|
KORAN SINDO, 15 Mei 2013
Umpama lomba lari, siapa yang tak punya motivasi, jarang latihan, fasilitas kurang, pastilah kalah. Inilah mengapa Komunitas ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015) tak boleh dipahami sekadar penyatuan warga ASEAN, tetapi merupakan medan pertandingan kualitas antar “Kita” dengan sembilan warga negara lainnya.
Jangan sampai kita hanya jadi pelengkap sebuah perlombaan. 31 Desember 2015 sudah disepakati pemimpin ASEAN sebagai waktu yang tepat menjalankan Komunitas ASEAN 2015. Indonesia terancam jadi pasar empuk bagi produk negara tetangga. ASEAN bisa jadi hanya sebagai pelicin negara-negara ”pintar” mengeruk manfaat.
Kita sepakat jangan hanya melihat ancaman, lihat juga peluangnya. Akan ada pasar tunggal ASEAN pada 2015 nanti, sudahkah Indonesia menghadapinya? Belum, berikut fenomena pendukungnya: Pertama, Komunitas ASEAN 2015 belum menjadi buah bibir, apalagi isu utama dalam politik Indonesia. Tonton lagi video debat calon presiden Indonesia tahun 2004 dan 2009 yang melupakan tema kesiapan Indonesia menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Padahal, Komunitas ASEAN 2015 dideklarasikan setahun sebelumnya dalam pertemuan Bali Concord II, dan di Indonesia pula.
Kedua, perhatikan isu populer pada pemberitaan media sepanjang 2003-2013. Minim sekali soal Komunitas ASEAN 2015. Contohnya pada perhelatan ASEAN Inter Parliamentary Assembly(AIPA) ke-33 di Lombok, 16–22 September 2012 yang sepi liputan. Saat itu media justru ramai mengabarkan konser artis Korea (K-Pop) yang digelar pada 22 September 2012 di Gelora Bung Karno, Jakarta.
Ketiga, ASEAN Study Center (Pusat Studi ASEAN) belum lama ini dibentuk di Universitas Indonesia, tepatnya pada Senin, 18 Maret 2013. Sedangkan ASEAN sudah dibentuk sejak 1967, dan 2009 sudah disusun Road Map For an ASEAN Community 2015. Keempat, jumlah pengusaha Indonesia masih minim. Survei entrepreneur Bank Dunia di 2008 memperlihatkan jumlah pengusaha di Indonesia tertinggal.
Jumlah pengusaha Indonesia hanya 1,56% dari total penduduk Indonesia, sementara Malaysia sudah mencapai 4%, Thailand 4,1% dan bahkan jumlah pengusaha di Singapura sudah mencapai 7,2% dari total jumlah penduduknya.
Kelima, sejak SBY dan Boediono dilantik pada 20 Oktober 2009, keduanya disibukkan gonjang-ganjing politik dalam negeri. Rangkap jabatan SBY sebagai presiden dan ketua umum partai sangat mungkin mengurangi perhatiannya pada isu-isu hubungan internasional.
Apa yang Bisa Dilakukan? Kesejahteraan hanya milik bangsa pekerja keras. Pemerintahan harus pastikan Komunitas ASEAN 2015 menyejahterakan rakyat. Kepentingan nasional kita sudah jelas, tinggal para pemimpin pemegang amanah rakyat serius atau pura-pura menjalankannya. Jika pada 1955 Indonesia sukses ”mengoordinasi” Asia-Afrika, tentunya di level Asia Tenggara kita pasti bisa.
Kita orang Indonesia perlu tahu strategi negara lain, tetapi kita tidak perlu takut, apalagi minder. Yang paling kita takuti adalah jika kita tidak punya strategi, atau hanya punya satu strategi tanpa alternatif. Strategi perjuangan semesta dalam menghadapi persaingan internasional harus dilakukan, caranya dengan terus memperkuat NKRI Community untuk menghadapi ASEAN Community 2015. Pemilu 2014 adalah alat pemersatu, bukan sebaliknya. Peran pemimpin daerah sangat penting. Ingat, gubernur bukan lagi semata kepala daerah.
Dia juga wakil pemerintah pusat (PP 19 Tahun 2010). Tafsir atas PP 19/2010 beragam. Sajim Sastrawan, Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB dalam wawancara dengan penulis (10/08/12) mengatakan ”Pusat adalah kami dan sebaliknya, kadang kita terlalu fokus pada enam urusan yang ada di pusat, sehingga sepertinya daerah tidak punya kewenangan, padahal kita bisa kreatif dengan mencantolkan”. Pemahaman ini cocok jika dikaitkan dengan integrasi ASEAN 2015, karena kesiapan Indonesia menghadapi persaingan global sangat bergantung pada kerja pemimpin daerah.
Selain itu, DPR RI dan DPRD seluruh Indonesia harus memastikan bahwa segala kesepakatan ASEAN tidak merugikan masyarakat Indonesia. Kunjungan pada konstituen dapat dimanfaatkan memeriksa kesiapan masyarakat dalam menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Peran media juga sangat menentukan.
Thailand sudah punya ASEAN TV, sebuah stasiun yang terus menyiarkan tentang kesiapan Thailand jelang Komunitas ASEAN 2015. Oleh sebab itu, TVRI, RRI, dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) harus jadi aktor dalam Komunitas ASEAN 2015 ini. Media punya tugas mulia mengingatkan rakyat Indonesia bahwa perang akan dimulai. Semata mendesak dan mengkritisi pemerintah jelas pola lama, apa pun yang kita mampu lakukan sekarang juga.
Para akademisi lakukan sebanyak mungkin penelitian dan publikasikan ke berbagai jurnal internasional, musisi Indonesia mulailah go international. Jika artis Korea, Amerika, Eropa bisa konser di Indonesia, mengapa kita tidak bisa tampil di negeri mereka? Seorang pembawa acara radio, TV dapat saja mengatakan ”Apa kabar Indonesia, sebentar lagi kita hadapi Komunitas ASEAN loh, sudah siap belum?” Bukankah ini hal kecil dengan dampak besar? Jadi, kita semua adalah aktor sekaligus sutradara dalam hubungan internasional.
Melihat semua potensi yang Indonesia miliki, kita harus optimis. Bung Hatta dalam maklumat politik pemerintah RI, 1 November 1945 sudah mengatakan “Kita bangsa Indonesia pasti akan mampu memberikan sumbangan yang bagus terhadap kebudayaan dunia”. ●
Jangan sampai kita hanya jadi pelengkap sebuah perlombaan. 31 Desember 2015 sudah disepakati pemimpin ASEAN sebagai waktu yang tepat menjalankan Komunitas ASEAN 2015. Indonesia terancam jadi pasar empuk bagi produk negara tetangga. ASEAN bisa jadi hanya sebagai pelicin negara-negara ”pintar” mengeruk manfaat.
Kita sepakat jangan hanya melihat ancaman, lihat juga peluangnya. Akan ada pasar tunggal ASEAN pada 2015 nanti, sudahkah Indonesia menghadapinya? Belum, berikut fenomena pendukungnya: Pertama, Komunitas ASEAN 2015 belum menjadi buah bibir, apalagi isu utama dalam politik Indonesia. Tonton lagi video debat calon presiden Indonesia tahun 2004 dan 2009 yang melupakan tema kesiapan Indonesia menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Padahal, Komunitas ASEAN 2015 dideklarasikan setahun sebelumnya dalam pertemuan Bali Concord II, dan di Indonesia pula.
Kedua, perhatikan isu populer pada pemberitaan media sepanjang 2003-2013. Minim sekali soal Komunitas ASEAN 2015. Contohnya pada perhelatan ASEAN Inter Parliamentary Assembly(AIPA) ke-33 di Lombok, 16–22 September 2012 yang sepi liputan. Saat itu media justru ramai mengabarkan konser artis Korea (K-Pop) yang digelar pada 22 September 2012 di Gelora Bung Karno, Jakarta.
Ketiga, ASEAN Study Center (Pusat Studi ASEAN) belum lama ini dibentuk di Universitas Indonesia, tepatnya pada Senin, 18 Maret 2013. Sedangkan ASEAN sudah dibentuk sejak 1967, dan 2009 sudah disusun Road Map For an ASEAN Community 2015. Keempat, jumlah pengusaha Indonesia masih minim. Survei entrepreneur Bank Dunia di 2008 memperlihatkan jumlah pengusaha di Indonesia tertinggal.
Jumlah pengusaha Indonesia hanya 1,56% dari total penduduk Indonesia, sementara Malaysia sudah mencapai 4%, Thailand 4,1% dan bahkan jumlah pengusaha di Singapura sudah mencapai 7,2% dari total jumlah penduduknya.
Kelima, sejak SBY dan Boediono dilantik pada 20 Oktober 2009, keduanya disibukkan gonjang-ganjing politik dalam negeri. Rangkap jabatan SBY sebagai presiden dan ketua umum partai sangat mungkin mengurangi perhatiannya pada isu-isu hubungan internasional.
Apa yang Bisa Dilakukan? Kesejahteraan hanya milik bangsa pekerja keras. Pemerintahan harus pastikan Komunitas ASEAN 2015 menyejahterakan rakyat. Kepentingan nasional kita sudah jelas, tinggal para pemimpin pemegang amanah rakyat serius atau pura-pura menjalankannya. Jika pada 1955 Indonesia sukses ”mengoordinasi” Asia-Afrika, tentunya di level Asia Tenggara kita pasti bisa.
Kita orang Indonesia perlu tahu strategi negara lain, tetapi kita tidak perlu takut, apalagi minder. Yang paling kita takuti adalah jika kita tidak punya strategi, atau hanya punya satu strategi tanpa alternatif. Strategi perjuangan semesta dalam menghadapi persaingan internasional harus dilakukan, caranya dengan terus memperkuat NKRI Community untuk menghadapi ASEAN Community 2015. Pemilu 2014 adalah alat pemersatu, bukan sebaliknya. Peran pemimpin daerah sangat penting. Ingat, gubernur bukan lagi semata kepala daerah.
Dia juga wakil pemerintah pusat (PP 19 Tahun 2010). Tafsir atas PP 19/2010 beragam. Sajim Sastrawan, Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB dalam wawancara dengan penulis (10/08/12) mengatakan ”Pusat adalah kami dan sebaliknya, kadang kita terlalu fokus pada enam urusan yang ada di pusat, sehingga sepertinya daerah tidak punya kewenangan, padahal kita bisa kreatif dengan mencantolkan”. Pemahaman ini cocok jika dikaitkan dengan integrasi ASEAN 2015, karena kesiapan Indonesia menghadapi persaingan global sangat bergantung pada kerja pemimpin daerah.
Selain itu, DPR RI dan DPRD seluruh Indonesia harus memastikan bahwa segala kesepakatan ASEAN tidak merugikan masyarakat Indonesia. Kunjungan pada konstituen dapat dimanfaatkan memeriksa kesiapan masyarakat dalam menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Peran media juga sangat menentukan.
Thailand sudah punya ASEAN TV, sebuah stasiun yang terus menyiarkan tentang kesiapan Thailand jelang Komunitas ASEAN 2015. Oleh sebab itu, TVRI, RRI, dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) harus jadi aktor dalam Komunitas ASEAN 2015 ini. Media punya tugas mulia mengingatkan rakyat Indonesia bahwa perang akan dimulai. Semata mendesak dan mengkritisi pemerintah jelas pola lama, apa pun yang kita mampu lakukan sekarang juga.
Para akademisi lakukan sebanyak mungkin penelitian dan publikasikan ke berbagai jurnal internasional, musisi Indonesia mulailah go international. Jika artis Korea, Amerika, Eropa bisa konser di Indonesia, mengapa kita tidak bisa tampil di negeri mereka? Seorang pembawa acara radio, TV dapat saja mengatakan ”Apa kabar Indonesia, sebentar lagi kita hadapi Komunitas ASEAN loh, sudah siap belum?” Bukankah ini hal kecil dengan dampak besar? Jadi, kita semua adalah aktor sekaligus sutradara dalam hubungan internasional.
Melihat semua potensi yang Indonesia miliki, kita harus optimis. Bung Hatta dalam maklumat politik pemerintah RI, 1 November 1945 sudah mengatakan “Kita bangsa Indonesia pasti akan mampu memberikan sumbangan yang bagus terhadap kebudayaan dunia”. ●
SO, Sudah siapkah kita menghadapi ASEAN Community 2015 ??
Siap atau tidak 31 Desember 2014 tinggal hitungan bulan saja, walaupun sebentar lagi masi ada kesempatan untuk belajar dan bekerja keras diawali dengan Belajar tentang ASEAN sudah banyak sumbernya di internet. Mempersiapkan diri: Belajar yang rajin, bangun jaringan, mulai wirausaha, tekuni bidang yang anda sukai, belajar bahasa asing.
Semangat!