Rabu, 27 Januari 2016

Peran Mahasiswa Islam Dalam Merubah Sistem Serkularisme di Indonesia

Telah Di Ikut Sertakan Dalam Lomba Stadium Ganaral 2015 Politeknik AKA Bogor

Belajar dari sejarah peradaban islam, orang-orang yang berasil merubah peradaban dunia adalah seorang pemuda-pemuda islam dimana mereka menjalankan seluruh sistem pemerintahannya berdasarkan syareat islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Muhammad Al-Fatih, berhasil menaklukan konstatinopel saat umur 18 tahun, Usaman bin Zaid menjadi panglima perang diusianya 20 tahun,  Zaid bin Tsabit memulai jihad fii sabililahnya ketika usia 13 tahun, Az Zubai bin Awwan pemimpin dakwah islam di jamannya dalam usia 15 tahun. Dan masih banyak lagi pemuda-pemuda islam yang lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa pemuda memiliki peran penting dalam tatanan kehidupan masyarakat. Sama halnya di Indonesia, pemuda-pemuda dalam hal ini di wakili oleh mahasiswa memiliki andil yang besar dalam peradaban di Indonesia. Mahasiswa merupakan kekuatan intelektualitas masyarakat untuk menuju suatu perubahan. Sebagai mahasiswa yang memiliki ilmu pengetahuan yang lebih luas, mahasiswa berada di depan perubahan sebuah sejarah demokrasi dunia. 

Berbicara tentang kondisi di Indonesia. Indonesia, luar biasa itulah kata yang terucap ketika melihat potensi  alam negeri ini. Negara yang berada pada garis khatulistiwa, iklim yang menyejukan, biota bawah lautnya  yang melimpah, memiliki sumber gas bumi yang melimpah, tanah yang subur,  yang memiliki beribu-ribu pulau, beribu-ribu suku bangsa dan negara. Sebuah negara dengan peradaban tinggi yang penuh dengan nilai sejarah. Sejarah panjang dalam peperangan melawan penjajahan. Sejarah panjang dalam proses merebut kemerdekan, sejarah panjang dalam merumuskan dasar negara, dan sejarah panjang untuk tetap mempertahankan kemerdekaan. Tapi, sejarah tinggalah sejarah, sekarang yang terjadi sangatlah ironis. Dengan segala potensi yang di miliki oleh Indonesia yang terjadi adalah masyarakat indonesia bagaikan tikus yang kelaparan dalam lumbung padi, bagikan banteng yang hanya bisa mengikuti matadornya, dan bagaikan harimau tak bertaring.

 Dan yang terjadi adalah kemaslahatan umat terjadi dimana-mana. Tingkat kriminalitas yang terus meningkat dari tahun ketahun akibat dari tingginya tingkat pengangguran,  kelaparan melanda rakyat perbatasan, narkoba merajalela di kalangan anak muda,  seks bebas terjadi dimana-mana, Korupsi, Kolus dan Nepotisme menjadi hal yang biasa. Dari  sektor pemerintahan yang seharusnya menjadi roda pemerintahan negeri ini tak terlihat hasil kerjanya secara signifikan, sebaliknya mereka malah berlomba-lomba untuk mendapatkan kedudukan untuk memperoleh banyak kekayaan pribadi. Korupsi seperti sudah menjadi hal biasa, hukum di Indonesia seperti sudah tidak ada artinya bagi mereka.
Dilihat dari kompleknya permasalahan yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa sistem di Indonesia inilah yang bermasalah. Di Indonesia faham Sekularisme merajalela. Dikutip dari “http://en.wikipedia.org/wiki/Secularism, sekularisme merupakan pandangan yang menganggap bahwa kehidupan dapat dijalani paling baik dengan menggunakan etika, dan pengertian paling baik dari alam semesta, melalui proses argumentatif, tanpa merujuk kepada tuhan. Di bidang politik, Indonesia secara tidak langsung mengikuti ajaran liberalisme. Ciri liberalisme melindungi hak untuk bertentangan dari pengajaran agama atau menetapkan kewenangan dalam masalah politik atau agama. Contoh penerapan sistem liberalisme di Indonesia adalah demokrasi, yaitu peratuan tertinggi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, sedangkan dalam islam peraturan teringgi itu berasal dari Allah SWT. Di bidang ekonomi terlibat sistem kapitalisme di dalamnya di mana sekarag sistem riba dalam kegiatan perekonomian Indonesia sudah menjadi hal yang wajib, padahal dalam Al-Quran jelas riba adalah haram.
Dari pemaparan diatas telah sangat jelas sekali bahwa sesungguhnya sekularisme adalah cara memandang kehidupan tanpa agama (outside the religion), dalam definisi modern juga bisa dikatakan memisahkan agama dari kehidupan publik (negara). Para pemikir seperti John Locke (1632-1704) dan Baron de Montesquieu menyerukan hak dasar manusia yaitu “life, liberty and property” sebagai suatu yang sangat diperlukan dalam menciptakan suatu pemerintahan dan hidup yang stabil, sehingga tidak terjadi lagi eksploitasi manusia oleh manusia yang lain, raja bukanlah figur suci yang mempunyai hak yang lebih di mata hukum dan lain-lain, serta dan pemikir seperti Voltaire dan Immanuel Kant yang sangat vokal terhadap pengekangan kebebasan atas nama tuhan oleh agama. Inilah yang akhirnya mendasari demokrasi, yaitu sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Mereka memilih sendiri pemerintahan mereka, membuat sendiri hukum untuk mereka taati sendiri. Kedua pandangan ini (liberalisme dan demokrasi) oleh Adam Smith dan David Ricardo dituangkan dalam bentuk kebebasan ekonomi dimana keuntungan terbesar akan diperoleh apabila setiap individu dijamin haknya secara penuh oleh pemerintah untuk memiliki sesuatu, tanpa atau dengan campur tangan yang seminimal mungkin dari pemerintah yang saat ini kita kenal dengan sistem ekonomi kapitalisme. Didalam sistem pergaulan nilai-nilai ini akhirnya menyamar menjadi budaya individualisme serta hedonisme. Di dalam sistem politik berubah menjadi opportunisme dan didalam pendidikan menjadi materialisme. Intinya adalah bahwa setiap orang dilahirkan bebas (liberty) dan hanya ia yang berhak menentukan jalan hidupnya tanpa campur tangan atau dipengaruhi orang lain.


Dalam hal kehidupan beragama, pluralisme atau sinkretisme adalah turunan dari sekularisme, dimana pandangan ini menyatakan pluralitas (beragamnya) manusia, pendapat atau agama adalah suatu fakta yang tidak dapat ditawar-tawar lagi sehingga agar tidak menimbulkan konflik dan masalah di dalam kehidupan bermasyarakat, maka tidak boleh ada manipulasi nilai-nilai kebenaran oleh suatu kelompok, agama atau individu manapun. Kebenaran itu relatif dari mana kita memandang. Dengan kata lain semua agama adalah sama.
Berbeda dengan Islam, sejarah telah membuktikan bahwa kejayaan islam justru tercapai ketika Islam tidak hanya diposisikan sebagai agama ritual tetapi juga sebagai aturan hidup yang mengatur seluruh aspek dalam kehidupan. Menarik bila mengutip pernyataan Michael H. Hart, dalam kata pengantar bukunya yang berjudul 100 Tokoh paling Berpengaruh di Dunia, bahwa dia menempatkan Muhammad Rasulullah saw. menjadi tokoh nomor satu adalah karena Muhammad mempunyai kekuasaan spritual dan politis yang tidak dipisahkan satu sama lain. Sejarah tidak bisa berbohong bahwa abad keemasan umat muslim (Islamic golden age) pada saat kekhilafahan abbasiyyah dan awal kekhilafahan utsmaniyyah (750 M – 1500 M) telah menyatukan lebih dari 1/3 dunia, kekuasaan membentang dari sebagian eropa (andalusia/spanyol) hingga dataran balkan yang kekuatan laut maupun daratnya ditakuti di dunia. Juga tertulis dengan tinta emas dalam sejarah peradaban manusia karya besar pemikir dan saintis muslim seperti al-Khawarizmi dengan teori matematikanya, al-Kindi dengan pemikirannya, Ibnu Sina dengan ilmu kedokteran dan kesusasteraannya yang telah menulis Asas Pengobatan (Canons of Medicine) serta ilmu optik, Ibnu Khaldun dengan sejarahnya dan Ibnu Rusyd dengan fikihnya. Pada pendidikan pun tak kalah hebatnya Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) (sekitar 5 juta rupiah dengan kurs sekarang). Atau pada masa Khalifah Harun al-Rasyid dimana tidak ada warga negara yang miskin sehingga zakat bagi orang miskin tidak dibagikan.

Semua gambaran tersebut adalah fakta yang terjadi ketika Islam dan kehidupan tidak dipisahkan. Ini karena Islam adalah sebuah sistem hidup, sebuah ideologi yang tidak bisa diterapkan secara sebagian. Ia juga tidak bisa dicangkokkan dengan ideologi lain semacam sekularisme dan sosialisme, dikarenakan Islam adalah metode hidup yang khas. Dan untuk menerapkan Islam yang kaaffah maka sesungguhnya diperlukan suatu institusi yang harus ada untuk menjamin terlaksananya semua aturan-aturan Islam, institusi inipun haruslah khas yang terpancar dari Islam, tidak yang lain, yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah.
Oleh karena itu, sebagai seorang yang berusaha untuk melaksanakan semua aturan yang telah dibebankan oleh Allah SWT kepada kita, hendaknya kita tidak mengambil pandangan-pandangan yang tidak berasal dari Islam maupun memperjuangkannya, apalagi pandangan itu telah terbukti mudharatnya bagi kehidupan kita, agar kita dapat mempertanggungjawabkan perbuatan kita di akhirat nanti. Barangsiapa mencari agama (diin) selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (TQS ali-Imran [3]: 85). Aturan-aturan Islam dalam masalah publik (negara) sejatinya justru harus dikembalikan lagi kepada umat muslim, semua muslim di dunia ini harus faham bahwa sesunggunya akar permasalahan yang menyebabkan bangkitnya barat dan terpuruknya Islam adalah satu: sekular (memisahkan agama dari negara). Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maaidah [5]: 50).
Disadari atau tidak negeri ini sangat membutuhkan para penerus bangsa atau bisa dibilang generasi muda yang berkarakter Islam dan berintegritas untuk melanjutkan estafeta perjuangan Islam dan Menegakkan Syariat Islam di bumi Indonesia yang Insya Allah di Rahmati oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Yang mana, para penerus itu harus dalam kondisi matang dan siap. Matang dan siap disini berarti matang dan siap dalam hal moril maupun materil. Yang mana sudah mempunyai jiwa dan prinsip Islam dalam dirinya dan mempunyai materil yang lebih dari cukup untuk menyokong perjuanganya supaya berjalan dengan lancar dan terukur. Disinilah peran mahasiswa muslim sangat diperlukan. Mahasiswa  merupakan sebuah entitas spirit yang menggunakan intelektualitas dan dialektika yang maha dasyat kekuatannya. Mahasiswa memiliki kekuatan energi penuh dengan sifat kreatif, kritis dan dinamis serta kepekaan yang tinggi pada masalah sosial. Mahasiswa yang merupakan satu satuan karakter, mampu menjadi satu gerakan besar yang bukan saja memperjuangkan suatu tujuan, namun berupaya membuat sejarah baru dalam sebuah pembangunan masa depan suatu bangsa. dari penyakit-penyakit akut yang di derita oleh para kaum muda penerus bangsa khususnya dan seluruh umat Islam umumnya tidak bisa di biarkan dan harus kita lawan. Disinilah dibutuhkanya peran dari teman-teman cendikiawan Mahasiswa Islam Indonesia , untuk merehabilitasi dan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dalam diri pemuda/mahasiswa Islam yang sudah terlanjur terkena penyakit yang sudah penulis jelaskan sebelumnya. Melakukan aktivitas-aktivitas yang meluruskan pola fikir para pemuda para penerus bangsa. Berdasarkan tulisan Dr. Alfian Tanjung M.Pd (Dari PII untuk Indonesia, hal 5), ada beberapa agenda yang bisa dilakukan untuk Peran para cendikiawan mahasiswa Islam Indonesia : Mahasiswa sebagai pemuda yang mempunyai ilmu pengetahuan dan intelektual yang lebih diharapkan mampu menjadi the agent of change yang bisa membawa Indonesia menerapkan syariat islam di dalamnya agar bisa menyosong Indonesia sejahtera, menjadi Negara yang kuat dan bisa mengembalikan masa kejayaan ke tangan Islam kembali.
Akhirul kalam, kita harus benar-benar waspada terhadap pemikiran orang-orang yang bertujuan ingin menjauhkan kita dari Islam, sunnah rasul-Nya dan aturan-aturan (syari’at-Nya), meskipun terkadang penganut sekularisme ini ”kelihatan” berdalil ataupun rasional, namun akhirnya kita diajak untuk mengikuti kepada nilai-nilai kufur. Semoga Allah SWT melindungi kita dari hal-hal yang seperti itu.
Wallahua’lam bi ash-shawab


Sumber : 1. Hasil diskusi Kongres Pemuda Islam 2015 di Institut Pertanian Bogor,
                2. http:/felixsiauw.com/home/bahaya-sekulerisme-pluralisme-dan-liberalisme/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar