Rabu, 27 Januari 2016

Serambi Negeriku yang Terabaikan



Diikutsertakan dalam lomba opini Jurnalika Fair 2015
 
Indonesia, dengan segala kekayaan alamnya, keragaman flora dan faunanya, keindahan wisata bawah lautnya, negara dengan berjuta pulaunya, dan keragaman budaya nya. Yang terdiri dari banyak suku bangsa, bahasa yang berbeda-beda setiap sukunya, beda suku beda bentuk rumahnya, beda pakaian adatnya, sampai beda pula senjata tradisionalnya.  Rakyat Indonesia tersebar dari Sabang sampai Marauke. Dimana ada beberapa daerah yang langsung berbatasan dengan negara tetangga. Daerah-daerah di kawasan perbatasan bak serambi rumah, karena disitulah pintu gerbang bagi masyarakat di negara tetangga dan dunia untuk memasuki negara kita, demikian pula sebaliknya. Kondisi daerah-daerah di wilayah perbatasan, khususnya perbatasan darat, dapat menjadi tolok ukur kondisi suatu bangsa, layaknya kondisi serambi depan rumah yang mencerminkan kondisi keseluruhan  suatu rumah. Lantas, bagaimanakah kondisi serambi negeri kita? 

Di daerah-daerah perbatasan darat Indonesia masih belum memadai, terutama perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia di Pulau Kalimantan. Perbedaan yang sangat mencolok dapat dilihat dan dirasakan apabila kita berkendara menggunakan jalur nasional dari Pontianak ke Entikong menuju Kuching dan kembali dari Kuching menuju Entikong. Lihatlah perbedaannya, ketika Kuching di Malaysia memiliki infrastruktur jalan yang memadai dan jalan tol dimana-mana, bagaikan bumi dan langit dengan Entikong, yang menjadi daerah perbatasan yang jangankan jalan tol, diaspal saja tidak.  Dikala di Kuching listrik dan signal dimana-mana bagaikan bumi dan langit di Etikong listrik tidak ada, signalpun tidak ada sehingga mereka terpaksa mendapatkan bantuan sumber listrik dan telekomunikasi dari negara Malaysia. Kuching menjadi daerah pusat perdagangan, gedung tinggi dimana-mana, bagaikan bumi dan langit dengan di Etikong jangankan pusat perdagangan, perumahan penduduk saja jarang. Pemerintah Malaysia bisa membuat daerah perbatasannya tertata secara apik, sehingga daerah perbatasan mereka terurusi dan menjadikan pintu gerbang negara mereka tidak menjadi daerah yang terpencil, tertinggal dan terisolir.

Karena perbedaan yang sangat mencolok inilah hingga masyarakat perbatasan sendiri membandingkan Indonesia dan Malaysia ibarat surga dan neraka atau langit dan bumi. Hal tersebut diatas antara lain tercermin dari fasilitas atau infrastruktur yang cukup berbeda antara dua wilayah tersebut. Kondisi infrastruktur di perbatasan Kalimantan Barat, sebagian besar jalan utama desa di Wilayah perbatasan masih berupa tanah dan terdapat 6 desa yang media transportasinya menggunakan sarana air. Sarana media elektronik khususnya siaran televisi yang dominan di wilayah perbatasan merupakan TV saluran Luar Negeri (31 desa) sedangkan yang mampu menangkap sinyal TV Nasional hanya 16 desa. Lebih lanjut terdapat 8 Kecamatan yang tidak mendapatkan sinyal TV. Terkait telekomunikasi, tidak terdapat sinyal telepon di 39 desa, sementara 42 desa terdapat sinyal meskipun lemah. Dari sisi sumber air, secara umum di wilayah perbatasan masih cukup baik dimana 65 desa menggunakan sungai/danau sebagai sumber air dan 32 desa menggunakan mata air sebagai sumber air. Seringnya terjadi kelangkaan persediaan gas elpiji dan sembako membuat hampir semua kebutuhan pokok warga Indonesia yang ada di perbatasan dipasok dari Malaysia. Bahkan akibat pembangunan sarana dan prasarana, seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi, dan lain sebagainya, yang tidak merata, warga kita bersekolah maupun berobat ke Malaysia pun menjadi pemandangan biasa. Oleh karena itu, peredaran uang ringgit di Entikong misalnya jauh lebih besar dibandingkan rupiah karena mereka membeli barang-barang kebutuhan dasarnya ke Sarawak yang lebih mudah dan murah aksesnya. 

Beginikah kondisi serambi negeri kita?. Apakah negara kita hanya terdiri dari Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan?. Mengapa pemerintah hanya sibuk mengurusi permasalahan di Ibukota?. Lantas bagaimana nasib daerah-daerah di kawasan perbatasan yang jalannya masih terputus dan wilayahnya masih terisolir?
Pemerintah sebagai penyelenggara dan pengatur jalannya suatu negara seharusnya dapat melakukan pembangunan yang merata. Khususnya di daerah perbatasan, karena daerah perbatasn adalah pintu gerbang negeri ini. Di samping tetap menjaga fungsi ketahanan dan keamanan, pemerintah juga perlu mengembangkan fungsi ekonomi dan pariwisata di daerah-daerah perbatasan darat sehingga menarik warga negara tetangga maupun negara lainnya untuk mau berkunjung ke negara kita. Pembangunan dan ketersediaan prasarana dan sarana, khususnya infrastruktur jalan, perumahan, air bersih, telekomunikasi, listrik dan sanitasi, menjadi faktor penentu bagi pengembangan daerah-daerah di kawasan perbatasan.  Dengan baiknya infrastruktur di daerah perbatasan, secara tidak langsung ikut menjaga daearah perbatasan kita. Kenapa ketika mendengar tanah di perbatasan kita dicuri, kita sangat marah dan tidak terima?. Itu adalah hal yang wajar jika kita sebagai pemilik negeri ini tidak menjaganya. 

Akankah kita berdiam diri saja jika serambi negeri ini terabaikan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar